TELEPON
yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Silahkan ulangi beberapa menit
lagi. Begitu yang kudengar setiap kupencet namanya pada memori HP ku.
Lagi ada di mana si penjahat seks itu sampai HP nya dimatikan? Aku
sampai lupa meminum es juice dan menyantap pisang keju yang terhidang
di mejaku karena terus mencoba menghubungi Roni, temanku.
“Tumben
sendirian. Biasanya sama Roni,” kata Bu Tiwi, pemilik kantin.
“Iya
nih Bu, HP nya dimatikan. Nggak bisa dihubungi,” ujarku setelah
menghirup es juice yang terhidang dan mengunyah pisang keju.
Sebenarnya telah hilang selera makanku pada makananan dan minuman
favoritku itu karena tak berhasil menghubungi Roni.
“Kalau
mau bolos sekolah bareng mestinya janjian yang mateng. Jadi nggak
manyun begitu,” ujar Bu Tiwi lagi sambil melayani pembeli yang
lain.
Benar
juga omongan Bu Tiwi. Ini memang salahku. Semestinya, semalam atau
tadi sebelum berangkat kontak Roni dulu hingga bisa janjian. Kalau
sudah begini, aku yang repot. Mau masuk sekolah udah kesiangan dan
pasti pintu pagar udah ditutup sementara Roni tidak bisa dihubungi.
Atau bisa jadi ia berangkat sekolah tanpa bawa HP.
Gagasan
untuk bolos sekolah memang murni ideku dan belum kusampaikan ke Roni.
Sewaktu mau berangkat, Rizal, temanku yang lain datang ke rumah dan
meminjamkan sejumlah VCD porno yang pernah ia janjikan. Lalu muncul
gagasan untuk membolos dan nonton bareng Roni di rumah. Aku yakin
Roni pasti tak menolak. Karena seperti kata Rizal diantara film-film
yang dipinjamkan, ada yang bercerita tentang hubungan seks antara
seorang anak laki-laki dengan ibunya.
Thema
seperti itu, atau setidaknya yang menggambarkan hubungan seks antara
pria muda dengan wanita yang lebih dewasa bahkan yang lebih pantas
menjadi ibunya, adalah yang sangat digemari Roni. Bahkan dalam
pengalaman nyata, seperti pengakuan dan cerita Roni, ia sering
menyetubuhi pembantunya, wanita yang telah berusia 43 tahun. Roni
juga mengaku sering terangsang saat mengintip ibunya sendiri yang
tengah telanjang. Itulah kenapa aku sering menyebutnya sebagai
penjahat seks.
Di
luar itu Roni juga yang mengajari dan memperkenalkanku pada kebiasaan
onani. Menurutnya, aku tergolong pria puritan karena hingga berumur
18 tahun belum tahu dan tidak pernah melakukan onani. Dan ketika ia
menggagas untuk membuat lubang rahasia untuk mengintip aktivitas
ibuku dari kamarku yang memang bersebelahan dengan kamar ibu, aku tak
kuasa menolaknya.
Menurut
Roni, tubuh ibuku sangat menggairahkan dan merangsang. Sama seperti
tubuh ibunya yang memang usianya tak jauh berbeda karena usia ibu 47
sedang ibunya Roni lebih muda setahun. Dan seperti ibunya Roni, ibuku
juga sudah menjanda cukup lama. Hanya Roni punya kakak perempuan yang
sudah menikah dan hidup terpisah. Sedangkan aku, anak tunggal dan
hanya hidup berdua dengan ibu sejak kecil. Bahkan konon, sebenarnya
aku bukan anak ayahku yang meninggal saat usiaku masih balita. Tapi
buah perselingkuhan ibu dengan pemuda tetangganya setelah menikah
cukup lama dan tidak punya anak.
“Sam
memek ibumu besar dan membusung banget. Mau deh aku menjilati
lubangnya. Ah, pasti enak banget kalau dientotin,” ujar Roni
berbisik ketika ia menginap di kamarku suatu malam dan mengintip ke
kamar ibu dari lubang rahasia yang kami buat. Saat itu, ibu tidur
mengangkang tanpa mengenakan celana dalam dan dasternya
tersingkap.
Malam
itu Roni memuaskan diri beronani sambil sambil mengintip dan
membayangkan menyetubuhi ibuku. Dan lucunya, aku juga melakukan yang
sama. Hanya aku melakukan secara diam-diam setelah Roni tertidur
pulas. Benar seperti kata Roni, wanita seusia ibu memang lebih matang
dan merangsang. Sejak itu, aku sering mengintip ke kamar ibu di saat
terangsang dan hendak beronani. Aku juga ingin merasakan nikmatnya
bersetubuh dengan ibu kendati sejauh ini belum pernah melakukan
sekali pun dengan wanita lain.
Satu
jam lebih duduk tercenung sendiri di kantin Bu Tiwi akhirnya
membuatku jenuh. Setelah sekali lagi mencoba menghubungi HP Roni tak
tersambung, akhirnya kuputuskan untuk pulang. Paling ibu sudah
berangkat ke Puskesmas tempatnya bekerja hingga nggak bakalan tahu
kalau aku membolos, pikirku. Setelah membayar makanan, aku langsung
keluar dan menyetop angkutan kota yang rutenya melewati jalur jalan
dekat rumah. Motor memang sengaja tak kubawa karena tadinya berniat
membolos dengan Roni.
Sampai
di rumah, seperti biasa aku masuk lewat pintu belakang. Kunci rumah
bagian depan memang selalu dibawa oleh ibu karena dia yang berangkat
belakangan setiap hari. Aku membawa kunci pintu belakang agar tak
repot mampir ke kantor ibu untuk mengambil kunci saat pulang
sekolah.
Namun
di dalam, saat masuk ke ruang tengah, aku dibuat kaget. sepeda motor
Roni ada di sana terparkir di dekat motorku. Sementara tas hitam yang
biasa dibawa ibu ke kantor teronggok di atas meja makan. Jadi ibu
belum berangkat? Dan kenapa motor Roni ada di sini? Aku jadi curiga.
Jangan-jangan Roni juga ada di sini dan lagi berdua dengan ibuku di
kamarnya. Memikirkan kemungkinan itu, kuperlambat jalanku. Dengan
berjingkat kumasuki kamarku sendiri. Setelah mengunci pintu kamar
dari dalam, langsung kutuju lubang rahasia yang biasa kugunakan untuk
mengintip ke kamar ibu.
Dugaanku
tidak meleset. Roni ada di kamar itu berdua dengan ibuku. Di atas
ranjang besar tempat tidur ibu, keduanya tengah melakukan perbuatan
yang selayaknya tidak pantas dilakukan. Kulihat Ibu sudah tidak
berpakaian dan satu-satunya penutup tubuh yang dikenakan hanya celana
dalam warna hitam, duduk menyandar di dinding kamar. Ia terlihat
sangat menikmati apa yang tengah dilakukan Roni pada dirinya. Ya Roni
menghisapi salah satu pentil susu ibu di bagian kiri dengan mulutnya.
Sementara payudaranya yang sebelah kanan, sesekali dibelai dan
diremas gemas oleh pemuda teman akrab dan kawan sekolahku
itu.
Seperti
bayi yang kehausan, Roni menetek dengan lahap di payudara ibu yang
besar. Pasti hisapannya sangat kuat pada puting susu ibu yang coklat
kehitaman hingga ibu tampak menggelinjang menahan nikmat. Terlebih
tangan Roni juga tak mau berhenti meremasi buah dadanya yang lain
sambil sesekali memilin putingnya. “Ah… ah.. terus hisap Ron, ah
enak banget. Tetek tante enak banget kamu begitukan Ron, ah..
sshh…ahh …aaahhh,” suara ibu terdengar mengerang dan melenguh
menahan nikmat.
Mungkin
seharusnya aku merasa jengah atau stidaknya memprotes atas apa yang
tengah dilakukan Roni pada ibuku. Tetapi tidak, aku malah menikmati
permainan mereka. Bahkan ingin rasanya aku menggantikan peran Roni.
Karena sudah cukup lama aku ingin menyentuh dan menghisap tetek ibu
bahkan sekaligus menyetubuhinya. Aku memang sangat terangsang setiap
mengintip dan mendapati ibu tengah telanjang. Hanya selama ini aku
hanya bisa menyetubuhi dalam angan-angan yakni beronani sambil
membayangkan menyetubuhinya.
Aku
makin terangsang ketika Roni mulai menciumi kemaluan ibu dari luar CD
hitam yang dikenakannya. Kulihat ujung hidung Roni disentuhkan di
bagian tengah memek ibu yang masih tertutup CD. Sesekali Roni juga
menggunakan mulutnya untuk mengecup. Ah kenapa Roni tidak segera
melepas saja CD hitam itu. Terus terang aku jadi tidak sabar untuk
melihat bentuk sejelasnya vagina ibu. Selama ini, setiap mengintip,
aku hanya bisa melihatnya sepintas. Kini, dengan posisi duduk
mengangkang seperti itu, kalau CD nya dibuka pasti memek ibu bisa
terlihat detilnya.
Ternyata
harapanku tidak sia-sia. Hanya, bukan Roni yang mengambil insiatif
tetapi malah ibuku. “Kamu sudah kangen sama memek tante ya Ron?
Tante buka deh celana dalamnya biar kamu bisa melihat sepuasnya atau
melakukan apa saja sesuka kamu. Tetapi baju dan celana kamu dibuka
juga dong,” kata ibu sambil memelorotkan dan melepas celana
dalamnya.
Kini
ibuku benar-benar telanjang tanpa sehelai benang yang menutupinya
setelah CD warna hitamnya dilepas dan dilemparkan sekenanya. Dan yang
membuatku kaget, memek ibu yang biasanya terlihat lebat ditumbuhi
rambut hitam, telah dicukur gundul. Padahal tiga hari lalu, saat aku
mengintipnya dari kamar seusai mandi, vagina ibu masih tertutup oleh
kerimbunan rambut hitam keritingnya.
Tetapi
memek yang telah tercukur kelimis itu lebih merangsang karena seluruh
detilnya jadi terlihat jelas. Dalam posisi duduknya yang mengangkang,
kemaluan ibuku membentuk busungan besar yang terbelah di bagian
tengahnya. Hanya, bibir bagian luarnya yang berwarna coklat kehitaman
terlihat tebal dan berkerut. Kontras dengan warna di bagian dalam
yang agak kemerahan. Sedangkan kelentitnya yang berada di ujung celah
bagian atas, terlihat cukup besar ukurannya. Mungkin sebesar biji
jagung dan tampak mencuat. Ah .. merangsang banget.
Bibir
bagian luar memek ibu yang berwarna coklat kehitaman, tebal dan
berkerut itu, kemungkinan terbentuk akibat seringnya tergesek
kejantanan milik laki-laki. Baik milik almarhum suaminya semasa hidup
atau milik ayah kandungku yang menjadi teman selingkuh ibu. Bahkan
mungkin kontol beberapa pria lain yang pernah singgah dalam hidupnya
karena beberapa tahun lalu sempat pula kudengar kabar ibu ada main
dengan salah seorang atasannya hingga sebagai PNS ia sempat
dipindahtugaskan ke daerah terpencil selama beberapa waktu.
Roni
menghampiri ibuku setelah melepas baju seragam sekolah dan semua yang
dikenakannya. Kontolnya tampak tegak mengacung dan keras. Hanya, soal
ukuran, kuyakin setingkat di bawah punyaku yang lebih panjang dan
besar. Tadinya kukira Roni akan langsung menindih dan menancapkan
rudalnya di memek ibu yang memang telah menunggu untuk
disogok.
Namun
dengan santai, bak lelaki dewasa yang sudah berpengalaman dengan
perempuan, direbahkannya tubuhnya dekat tubuh ibu mengangkang. Posisi
kepalanya persis berada diantara kedua paha ibu yang terbuka lebar
atau persis berhadapan dengan memek ibuku. Posisi itu dipilihnya,
nampaknya agar ia dapat dengan mudah menatapi memek ibuku dari jarak
sangat dekat dan sekaligus menyentuhnya.
Ibuku
kian membuka lebar kangkangan pahanya ketika tangan Roni mulai
menjamah bagian paling sensitif miliknya. Diusap-usapnya bibir luar
memek ibu yang tebal dan berkerut dengan telapak tangannya dan
sesekali diselipkannya ujung jari tengah tangan Roni ke lubang di
antara celahnya. Disentuh sedemikian rupa oleh tangan Roni, terlebih
ketika jari tengah teman sekolahku itu menyentuh kelentitnya, mulut
ibu mulai mendesis dan melenguh.
Roni
tak hanya menggunakan tangan untuk menyentuhnya tetapi mulai
menggunakan lidahnya untuk menjilat dan mengkilik lubang
kenikmatannya, maka desahan yang keluar berubah menjadi erangan.
Bahkan tubuh ibuku terlihat menggelinjang dan tergetar ketika Roni
mengecupi dan menghisapi kelentit ibuku. “Aauuw.. oh.. oh.. Ron
kamu apakan memek tante. Ssshh.. sshh oh enak banget Ron. Ya.. ya ahh
enak banget Ron, terus sayang ya terus aahhh ,” erangnya menahan
nikmat.
Suara
yang keluar dari mulut ibuku, bukannya membuat Roni menghentikan
aksinya. Tetapi malah memberinya semangat untuk membuat aksi jilatan
dan hisapan dengan mulutnya lebih efektif. Lidahnya makin dalam
dijulurkan ke dalam lubang kemaluan itu dan hisapannya pada kelentit
ibu dilakukannya dengan lebih keras dan gemas. Hingga tubuh ibuku
berkali-kali meronta namun terlihat sangat menikmatinya.
Puncaknya,
Roni tak hanya menjilati lubang memek ibuku. Lidahnya yang kuyakin
telah terlatih untuk menjilati lubang kemaluan Bik Nah, wanita yang
bekerja sebagai pembantu di rumahnya yang sering diceritakannya,
mulai mencari sasaran lain. Itu kuketahui karena setelah ia
meremas-remas pantat besar ibuku dan membukanya hingga lubang anusnya
terlihat, lidahnya kembali dijulurkan dan diarahkan ke sana. Dan
tanpa rasa jijik sedikitpun ia mulai menyapu-nyapukan lidahnya di
lubang anus yang berwarna senada dengan memek ibu yang coklat
kehitaman.
Tidak
hanya menyapu dan menjilat, lidah Roni pun dicolokkan bagian ujungnya
seolah berusaha menerobos ke bagian dalam lubang anus itu.
Diperlakukan seperti itu ibu memekik keras menahan nikmat. “Iiiihhhh
diapakan lagi tante Ron. Oh.. oh.. sshh… aahh enak banget Ron. Kamu
pintar banget sayang. Tante nggak pernah merasakan yang seperti ini,”
ungkapnya terbata di sela-sela rintihan dan lenguhan yang keluar dari
mulut ibuku.
Mungkin
karena sudah tak tahan menahan gairah yang kian memuncak, ibu
akhirnya menggeser tubuh. Melepaskan pantatnya dari mulut Roni yang
terus mencengkeram menyerang anusnya dengan jilatan lidahnya. Tadinya
ibu bermaksud melakukan serangan balik yakni mengerjai kontol Roni
dengan mulutnya. Namun Roni memaksa ingin tetap dapat mengerjai
bagian bawah tubuh ibu. Hingga akhirnya disepakati untuk melakukan
posisi 69 yang memungkinkan keduanya dapat menjilat dan menghisap
bagian paling peka milik keduanya.
Dengan
posisi merangkak di atas tubuh Roni yang telentang, ibu memulai
aksinya dengan melakukan sapuan dan jilatan pada kepala penis Roni
yang tegak mengacung. Lalu, dikulum dan dimasukkannya batang penis
Roni ke dalam mulutnya sambil dihisap-hisapnya. Perlakuan serupa
dilakukan ibu pada kedua biji pelir kemaluan Roni. Maka kini Roni
dibuatnya seperti cacing kepanasan. Tubuh Roni terlihat mengejang. Ia
juga mengerang melampiaskan rasa nikmat yang diterimanya dengan
meremasi bongkahan pantat besar ibuku.
Menikmati
adegan panas yang dilakukan ibu dan Roni dari tempatku mengintip,
tanpa sadar aku mengeluarkan sendiri kontolku yang juga telah tegak
mengacung dan mulai meremasinya sendiri. Nafasku memburu menahan
gairah yang kian membakar. Ah, kapan aku bisa menyentuh dan menikmati
keindahan tubuh ibu seperti yang tengah dilakukan Roni saat ini,
keluhku membatin. Bahkan sempat pula menyelinap dalam anganku untuk
menikmati kehangatan tubuh Tante Rodiyah, ibunya Roni.
Kocokan
pada penisku makin kupercepat ketika adegan di kamar ibu mendekati
klimaks. Kulihat ibu telah dalam posisi berjongkok di atas pinggul
Roni dan mengarahkan lubang memeknya ke tonggak kontol Roni yang
tegak mengacung. Maka ketika pantat ibu diturunkan perlahan, masuk
dan amblaslah batang kontol itu ke dalam kehangatan kemaluan ibuku.
“Kamu diam saja Ron, kini giliran tante yang memberi kenikmatan,”
kata ibu sambil mulai menaik-turunkan pinggulnya.
Tidak
hanya gerakan naik turun yang dilakukan ibu di atas tubuh Roni.
Sesekali, sambil membenamkan lebih dalam kontol Roni di dalam lubang
memeknya, pinggul ibu memutar-mutar hingga keduanya merasakan
kenikmatan yang ditimbulkan. “Ah.. sshhh oh.. oh.. memek tante enak
banget seperti menghisap. Oh.. oh enak banget tante, ah.. ah punya
Roni mau keluar tan, ah… oh,”
“Tahan
dulu Ron jangan dikeluarkan dulu. Kita ganti posisi ya? Biar
keluarnya sama-sama enak,” ujar ibu sambil merubah posisi.
Tanpa
menunggu lama, setelah ibu kembali dalam posisi mengangkang, Roni
yang terlihat sudah tidak mampu lagi mengontrol gairahnya langsung
mengarahkan ujung kontolnya ke lubang memek ibuku. Dan entah
disengaja atau karena tak mampu menahan gairah yang menggebu, Roni
menurunkan pinggulnya dengan sentakan yang cukup kuat. Akibatnya, di
samping batang kemaluan Roni langsung amblas terbenam, ibu jadi
memekik tertahan.
“Auw
.. pelan-pelan dong sayang,”
“Maaf
tente. Habis Roni gemes sih sama memek tante,” kata Roni sambil
terus menaik turunkan tubuhnya di atas tubuh ibuku.
Awalnya
hanya perlahan. Namun ketika ibu mulai meningkahi dengan
menggoyang-goyang memutar pinggulnya, hunjaman kontol Roni di memek
ibuku semakin cepat. Akibatnya peluh nampak berleleran pada pasangan
berlainan jenis sekaligus berbeda usia cukup jauh yang tengah
melampiaskan hasratnya itu. Sesekali tangan Roni kulihat menjamah dan
meremasi tetek ibuku yang terguncang-guncang. Memilin-milin putingnya
dan juga menghisap dengan mulutnya.
Tenda-tanda
keduanya hendak mencapai klimaks terlihat ketika gerakan Roni
terlihat kian tidak terkontrol. Begitu pun ibu, goyangan pinggulnya
tidak berirama lagi. Puncaknya, keduanya sama-sama memekik dan
mengerang dengan tubuh mengejang. Maka jebolah pertahanan Roni,
maninya tercurah menyembur di lubang nikmat memek ibuku. Sedangkan
ibuku, puncak orgasmenya ditunjukkan dengan belitan kakinya ke
pinggang Roni dibarengi tubuh yang mengejang hebat.
Pagi
itu, setelah ibu kembali ke kamar seusai membersihkan diri di kamar
mandi, sebenarnya Roni mencoba melakukan pemanasan kembali. Saat ibu
berdiri di depan meja rias dan hendak memakai celana dalam, Roni
mencegahnya. Ia berjongkok di depannya dan mulai mengecupi memek ibu.
Bahkan salah satu kaki ibu diangkatnya dan ditempatkannya di kursi
meja rias hingga memudahkannya menjilati memek ibu. Namun kendati ibu
terlihat kembali terangsang oleh hisapan mulut Roni pada kelentitnya,
ia menolak melanjutkannya lebih jauh.
Menurut
ibu, hari ini ada rapat penting di kantornya yang tidak dapat
ditinggalkan. Maka Roni terpaksa harus menahan diri untuk kembali
melampiaskan gairah mudanya yang masih menggebu. Keduanya
meninggalkan rumah setelah berdandan rapi. Sedangkan aku, terpaksa
meneruskan onaniku yang belum tuntas sambil membayangkan hangatnya
tubuh ibuku.
Sejak
peristiwa itu, aku jadi tahu kemana perginya Roni tiap membolos
sekolah tanpa mengajakku. Belakangan memang Roni sering membolos
tetapi tidak memberitahu dan mengajakku. Rupanya dia punya acara
asyik ngentot dengan ibuku. Tetapi yang membuatku kagum dan
mengundang rasa ingin tahuku, bagaimana awal mulanya hingga ia bisa
berselingkuh dengan ibuku?
Untuk
bertanya langsung padanya aku tidak berani. Takut dia jadi tahu bahwa
sebenarnya perbuatannya dengan ibuku telah diketahui olehku dan
pertemananku dengannya jadi renggang. Lagian terus terang, kalau
diberi kesempatan, aku juga ingin banget bisa bisa menikmati memek
ibu. Juga ngentot dengan ibunya Roni yang bodi dan keseksiannya
nyaris sama dengan ibuku jadi aku harus membina keakraban dengan
Roni. Hanya untuk melangkah ke arah itu aku belum berani dan tidak
punya pengalaman seperti Roni.
Belakangan,
sejak mengetahui antara ibu dan Roni ada hubungan khusus, aku sering
memberi kesempatan agar mereka bisa menyalurkan hasratnya secara
lebih leluasa. Saat Roni main ke rumah, aku pura-pura punya acara
dengan teman lain dan meninggalkan mereka. Padahal, aku malah ke
rumah Roni dengan berpura-pura pada ibunya hendak menemui dia. Hingga
belakangan hubunganku dengan ibunya Roni makin akrab dan aku bebas
melakukan apa saja di rumahnya seperti halnya Roni di
rumahku.
Seperti
sore itu, di saat Roni main ke rumah, aku berpura-pura udah janjian
dengan pacarku untuk menghadiri acara ulang tahun. Padahal aku
langsung ke rumah Roni. “Tadi katanya ke rumah kamu Did? Padahal
udah dari tadi lho,” kata ibunya Roni saat aku masuk.
Saat
membukakan pintu, ibunya Roni rupanya habis mandi. Tubuhnya basah dan
hanya dibungkus handuk. Tetapi, handuk yang dipakai melilit tubuhnya
sangat kekecilan. Hingga di bagian bawah hanya menutup sampai ke
pangkal pahanya. Sementara teteknya yang besar menggunung tampak
menyembul karena handuk itu tidak mampu menutup rapat bagian itu
sepenuhnya.
Seperti
halnya ibuku, ibunya Roni juga berbodi tinggi besar. Pantatnya besar
membusung dengan pinggul yang mengundang. Hanya, kulit Tante Rodiyah
(nama ibunya Roni) agak sedikit gelap. Tetapi kesemua bagian tubuhnya
benar-benar merangsang hingga membuatku terpana menatapinya. Namun
anehnya, kendati tatapanku terang-terangan tertuju pada pahanya yang
menyembul dan bagian lain tubuhnya yang mengundang selera, ia seperti
tak menghiraukannya.
Setelah
mempersilahkanku masuk dan menutup pintu, dengan santai ia
membereskan koran dan majalah yang terserak di ruang tamu. Posisinya
yang agak membungkuk saat melakukan aktivitasnya itu menjadikan
gairahku terpacu lebih kencang. Betapa tidak, karena handuknya yang
kelewat kecil, bongkahan pantat besarnya kini benar-benar terpampang
di hadapanku. Juga aku bisa melihat memeknya yang mengintip di antara
pangkal pahanya.
Kuyakin
itu disengaja. Karena ia seperti berlama-lama dalam posisi itu
kendati koran dan majalah yang dibereskan hanya sedikit. Ah ingin
rasanya meremas pantat besar yang menggunung itu. Atau mengelus
memeknya yang sepertinya habis bercukur. Kalau Roni, mungkin ia sudah
nekad melakukan apa yang diinginkan. Tetapi aku tidak memiliki
keberanian hingga hanya jakunku yang turun naik menelan ludah.
“Eh
Did, kamu ada acara nggak? Kalau nggak ada acara, tolong antar tante
ya. Tante harus menagih ke orang tapi tempatnya jauh dan sulit
kendaraan,” ujarnya setelah semua koran dan majalah tertata rapi di
tempatnya.
“Eee..
ee bi.. bisa tante. Nggak ada acara kok,” kataku agak
tergagap.
“Kalau
begitu tante ganti baju dulu. Oh ya kalau kamu haus ambil sendiri di
kulkas, mungkin masih ada yang bisa diminum,” ujarnya sambil
tersenyum. Senyum yang sangat manis namun sangat sulit
kuartikan.
Satu
buah teh botol dingin yang kuambil dari kulkas langsung kutenggak
dari botolnya. Rupanya, tontonan gratis yang sangat menggairahkanku
tadi membuat tenggorokanku jadi kering hingga teh botol dingin itu
langsung tandas. Belakangan baru kusadari, ternyata Tante Rodiyah
tidak menutup kembali pintu kamarnya. Dengan bertelanjang bulat,
karena handuk yang melilit tubuhnya telah dilepas, dengan santai ia
memilih-milih baju yang hendak dikenakan. Maka kembali suguhan
mengundang itu tersaji di hadapanku.
Bukan
hanya pantatnya yang besar membusung. Buah dada Tante Rodiyah juga
besar namun agak menggantung. Putingnya yang berwarna coklat
kehitaman, terlihat mencuat. Ah ingin banget bisa membelai dan
meremasnya atau menghisapnya seperti yang dilakukan Roni pada tetek
ibuku. Sebenarnya aku ingin banget melihat bentuk memek Tante Rodiyah
secara jelas. Namun karena posisinya membelakangiku, aku tak dapat
melihatnya. Tetapi benar seperti kata Roni, tubuh ibunya yang
berambut sebahu itu masih belum kehilangan pesonanya sebagai
wanita.
Setelah
menemukan baju yang dicari dan berniat dipakainya, Tante Rodiyah
berbalik dan memergokiku tengah menatapi tubuh telanjangnya. Tetapi
sepertinya ia tidak marah. Bahkan dengan santai, ia kenakan celana
dalam di hadapanku. Hanya karena merasa tidak enak dan takut dianggap
terlalu kurang ajar, aku segera meninggalkannya menuju ke ruang tamu
untuk menunggunya.
Ibunya
Roni meski telah bergelar hajah dan setiap keluar rumah selalu
membungkus rapat tubuhnya dengan busana muslimah, namun masih
menjalankan usaha yang tercela. Di samping bisnisnya sebagai pedagang
perhiasan berlian, ia juga meminjamkan uang dengan bunga tinggi atau
rentenir. Hanya kalau di rumah, pakaiannya sangat terbuka dan tidak
sungkan-sungkan memamerkan tubuh indahnya seperti yang barusan
dilakukan di hadapanku.
Rumah
orang yang ditagih Tante Rodiyah ternyata memang cukup jauh dan
kondisi jalannya juga jelek. Untung orangnya ada dan memenuhi
janjinya membayar hutang hingga Tante Rodiyah terlihat sangat senang.
Saat pulang, karena sudah malam dan kondisi jalan sangat jelek,
beberapa kali motorku nyaris terguling. Karena takut terjatuh, Tante
Rodiyah membonceng dengan memeluk erat tubuhku.
Dengan
posisi membonceng yang terlalu mepet, sepasang gunung kembar Tante
Rodiyah terasa menekan punggungku. Aku jadi membayangkan bentuknya
yang kulihat saat ia telanjang di rumahnya. Hal itu membuatku
terangsang dan menjadikan konsentrasiku mengendarai sepeda motor agak
terganggu. Bahkan nyaris menabrak pengendara sepeda yang ada di
hadapanku. Untung Tante Rodiyah segera mengingatkannya.
“Did
karena kamu sudah mengantar tante, tante akan memberi hadiah
istimewa. Tapi kamu harus menjawab dulu pertanyaan tante dengan
jujur,” kata Tante Rodiyah saat perjalanan hampir sampai
rumah.
“Pertanyaan
apa Tan?”
“Tadi
waktu lihat tante telanjang di kamar, kamu terangsang kan?” katanya
berbisik di telingaku sambil kian merapatkan tubuhnya.
Aku
tak menyangka ia akan bertanya seperti itu. Aku jadi bingung buat
menajawabnya. Harusnya kujawab jujur bahwa aku sudah sangat
terangsang. Tetapi aku nggak berani takut salah. Sampai akhirnya,
kurasakan tangan Tente Rodiyah meraba bagian depan celana dan meraba
kontolku yang telah tegang mengacung. “Ini buktinya punyamu tegang
dan mengeras. Pasti karena terangsang membayangkan tetek tante yang
menempel di punggungmu kan?”
“I..i..
iya tan,” kataku akhirnya menyerah.
“Nah
gitu dong ngaku. Makanya cepet deh bawa motornya biar cepet sampai
rumah. Kalau Roni belum pulang, nanti kamu boleh lihat punya tante
sepuasmu,” ujarnya lagi sambil terus mengelus kontolku.
Penawaran
ibunya Roni adalah sesuatu yang paling kudambakan selama ini. Maka
langsung saja kupacu kencang laju sepeda motor seperti yang
diperintahkannya. Mudah-mudahan saja Roni belum pulang hingga tidak
membatalkan niat Tante Rodiyah untuk memberi hadiah istimewa seperti
yang dijanjikannya. Mudah-mudahan ia masih terus asyik menikmati
kehangatan tubuh ibuku seperti yang pernah kulihat.
Sampai
di rumah, setelah tahu Roni belum pulang, aku diminta memasukkan
sepeda motor dan menutup pintu. “Setelah itu tante tunggu di
kamar,” ujarnya.
Namun
setelah semua perintahnya kulaksanakan, aku ragu untuk masuk ke kamar
Tante Rodiyah seperti yang diperintahkannya. Tidak seperti Roni yang
telah berpengalaman dengan wanita setidaknya dengan pembantu di
rumahnya dan dengan ibuku, aku belum pernah melakukannya meskipun
sering beronani dan membayangkan menyetubuhi ibuku maupun ibunya
Roni. Hingga aku hanya duduk mencenung di ruang tamu menunggu
panggilan Tante Rodiyah.
Sampai
akhirnya, mungkin karena aku tak kunjung masuk ke kamarnya, Tante
Rodiyah sendiri yang keluar kamar menemuiku. Hanya yang membuatku
kaget, ia keluar kamar bertelanjang bulat tanpa sehelai benang
menutupi tubuhnya. “Katanya suka melihat tante telanjang, kok nggak
cepet masuk ke kamar tante?” katanya menghampiriku.
Ia
berdiri tepat di hadapan tempatku duduk seolah ingin mempertontonkan
bagian paling pribadi miliknya agar terlihat jelas olehku. Tak urung
jantungku berdegup lebih kencang dan jakunku turun naik menelan
ludah. Betapa tidak, tubuh telanjang Tante Rodiyah kini benar-benar
terpampang di hadapanku. Diantara kedua pahanya yang membulat padat,
di selangkangannya kulihat memeknya yang menggunduk. Licin tanpa
rambut karena habis dicukur. Dan seperti memek ibuku, bibir luar
kemaluannya yang berwarna coklat kehitaman tampak
berkerut-kerut.
Seperti
kebanyakan wanita seusia dengannya, perut Tante Rodiyah sedikit
membuncit dan ada lipatan-lipatan di sana. Namun buah dadanya yang
menggantung dengan putingnya yang menonjol nampak lebih besar
ketimbang milik ibuku. Ibu temanku itu hanya tersenyum melihat ulahku
yang seperti terpana menatapi bukit kemaluannya.
Entah
darimana datangnya keberanian itu, tiba-tiba tanganku terulur untuk
meraba memek Tante Rodiyah. Hanya sebelum berhasil menyentuh,
keraguan seperti menyergap hingga nyaris kuurungkan niatku. “Ayo
Did pegang saja. Kamu ingin merabanya kan? Sudah lama punya tante
nggak ada yang menyentuh lho,” kata Tante Rodiyah melihat
keraguanku.
Hangat,
itu yang pertama kali kurasakan saat telapak tanganku akhirnya
mengusap memek wanita itu. Permukaannya agak kasar, mungkin karena
bulu-bulu rambutnya yang habis dicukur. Sedangkan di bagian tengah,
di bagian belahannya, daging kenyal yang berkerut-kerut itu terasa
lebih hangat. Aku mengelus dan mengusapnya perlahan. Ah, tak kusangka
akhirnya aku dapat menjamah kemaluan Tante Rodiyah yang sudah lama
kudambakan.
Sambil
tetap duduk, aku terus merabai memek ibu temanku itu. Bahkan jariku
mulai mencolek-colek celah diantara bibir vaginanya yang berkerut.
Lebih hangat dan terasa agak basah. Sebenarnya aku ingin sekali
melihat bentuk kelentitnya. Namun karena Tante Rodiyah berdiri dengan
kaki agak merapat, jadi agak sulit untuk dapat melihat kelentitnya
dengan leluasa. Untungnya, Tante Rodiyah langsung tanggap. Tanpa
kuminta, kaki kanannya diangkat dan ditempatkan di sandaran kursi
tempat aku duduk.
Dengan
posisinya itu, memek ibunya Roni jadi lebih terpampang di hadapanku
dalam jarak yang sangat dekat. Kini bibir kemaluannya tampak terbuka
lebar. Di bagian dalam warnanya kemerah-merahan. Dan kelentitnya yang
ukurannya cukup besar juga terlihat mencuat. “Pasti kamu ingin
lihat itil tante kan? Ayo lihat sepuasmu Did. Atau jilati sekalian.
Tante ingin merasakan jilatan lidahmu,” ujar Tante Rodiyah
lagi.
Ia
mengatakan itu sambil memegang kepalaku dan menekannya agar mendekati
ke selangkangannya. Jadilah wajahku langsung menyentuh memeknya
karena tarikan Tante Rodiyah pada kepalaku memang cukup kuat. Saat
itulah, aroma yang sangat asing yang belum pernah kukenal sebelumnya
membaui hidungku. Bau yang timbul dari lubang memek ibunya Roni. Bau
yang aneh tapi membuatku makin terangsang.
Aku
jadi ingat segala yang dilakukan Roni pada memek ibuku. Maka setelah
menciumi dengan hidungku untuk menikmati baunya, bibir kemaluannya
yang berkerut langsung kulahap dan kucerucupi. Bahkan seperti menari,
lidahku menjalari setiap inci lubang nikmat Tante Rodiyah. Sesekali
lidahku menyodok masuk sedalam yang bisa dicapai dan di kesempatan
yang lain, ujung lidahku menyapu itilnya. Hasilnya, Tante Rodiyah
mulai merintih perlahan. Tampaknya ia mulai merasakan kenikmatan dari
tarian lidahku di lubang kemaluannya.
“Ahh…
sshh … aahh enak banget Did. Terus sayang, aahh .. ya.. ya enak
sayang ahhh,” suara Tante Rodiyah mulai merintih dan mendesis.
Ia
juga mulai merabai dan meremasi sendiri buah dadanya. Aku jadi makin
bersemangat karena yang kulakukan telah membuatnya terangsang. Itil
Tente Rodiyah tidak hanya kujilat, tetapi kukecup dan kuhisap-hisap.
Sementara bongkahan pantat besarnya juga kuraih dan kuremasi dengan
tanganku. “Auu … enak banget itil tante kamu hisap sayang! Aahh….
sshhh ..ohh… enak banget. Kamu pinter banget Did,… ahhh ….ssshh
…ahhh,” rintihanya makin menjadi.
Cukup
lama aku mengobok-obok memek Tante Rodiyah dengan mulut dan lidahku.
Memeknya menjadi sangat basah karena dibalur ludahku bercampur dengan
cairan vaginanya yang mulai keluar. Akhirnya, mungkin karena
kecapaian berdiri atau gairahnya semakin memuncak, ia memintaku untuk
menghentikan jilatan dan kecupanku di liang sanggamanya. “Kalau
diterusin bisa bobol deh pertahanan tante,” ujarnya sambil
memintaku untuk berganti posisi.
Namun
sebelumnya, ia memintaku untuk membuka semua yang masih kukenakan.
Bahkan seperti tak sabar, saat aku tengah melepas bajuku ia membantu
melepas ikat pinggang dan memelorotkan celana jins yang kukenakan.
Termasuk celana dalamku juga dilolosinya.”Wow… kontol kamu gede
banget Did! Keras lagi,” seru Tante Rodiyah saat melihat kontolku
telah terbebas dari pembungkusnya.
Dibelai
dan di elus-elusnya kontolko sesaat. Ia sepertinya mengagumi ukuran
kontolku. Lalu ia duduk di kursi tempat aku duduk sebelumnya dengan
posisi mengangkang. Kedua kakinya dibukanya lebar-lebar hingga
memeknya yang membusung terpampang dengan belahan di bagian tengahnya
membuka. Kelentitnya yang mencuat nampak mengintip di sela-sela bibir
luar kemaluannya yang berkerut-kerut.
Tante
Rodiyah yang nampaknya jadi tak sabar langsung menarikku mendekat.
Dibimbing tangan wanita itu kontolku diarahkan ke lubang memeknya.
“Dorong dan masukkan Did kontolmu. Ih gemes deh, punya kamu besar
banget,”.
Tanpa
menunggu perintahnya yang kedua kali, aku langsung menekan dan
mendorong masuk kontolku ke lubang memeknya. Tapi, “Aaauuww,..
jangan kencang-kencang Did. Bisa jebol nanti memek tante,” pekik
Tante Rodiyah.
Aku
jadi kaget dan berusaha menarik kembali kontolku namun dicegah
olehnya. “Jangan sayang, jangan ditarik. Biarkan masuk tetapi
pelan-pelan saja ya,” pintanya.
Seperti
yang dimintanya, batang kontolku yang baru masuk sepertiga bagian
kembali kudorong masuk. Namun dorongan yang kulakukan kali ini sangat
perlahan. Hasilnya, bukan cuma Tante Rodiyah yang terlihat menikmati
sodokan kontolku di memeknya. Tetapi aku pun merasakan sensasi
kenikmatan yang sangat luar biasa. Kenikmatan yang belum pernah
kurasakan sebelumnya. Kenikmatan yang sulit kulukiskan.
Terlebih
ketika kontolku mulai kukeluarmasukkan ke dalam lubang nikmat itu.
Ah, luar biasa nikmat. Jauh lebih enak menikmati kehangatan memek
Tante Rodiyah secara langsung ketimbang hanya membayangkan dan
mengocok sendiri dengan tangan. Bagian dalam dinding memek Tante
Rodiyah seperti menjepit dan menghisap hingga menimbulkan kenikmatan
tiada tara.
“Terus
Did,.. uh… uhh… kontolmu enak banget. Gede dan marem banget. Ah
iya Did, terus sogok memek Tante sayang. Ah,.. ahh… ahhhh,” Tante
Rodiyah mengerang nikmat.
Mendengar
erangannya, aku jadi kian bersemangat mengentotinya. Apalagi aku
melakukannya sambil terus memandangi memeknya yang tengah diterobosi
kontolku. Ternyata, di bibir luar kemaluan Tante Rodiyah ada sebentuk
daging yang menggelambir. Saat batang penisku kudorong masuk, daging
menggelambir itu ikut terdorong masuk. Namun saat aku menariknya,
bagian tersebut juga ikut keluar. Melihat itu sodokan kontolku pada
lubang nikmat wanita itu kian bersemangat.
“Memek
Tante nggak enak ya Did? Kok dilihatin begitu?” Kata Tante Rodiyah.
Rupanya ia memperhatikan ulahku.
“Eee.
enak bangat Tante. Sungguh. Memek tante bisa meremas. Saya sangat
suka,” ujarku tanpa berterus terang perihal bagian daging yang
menggelambir dan menarik perhatianku.
“Bener
Did? Kalau kamu suka, kapanpun kamu boleh entotin terus tante. Tante
juga suka banget kontol kamu. Ahhh sshhh… aakkhhh… enakk bangat
sayang. Ohhh terus Did, ayo sayang sogok terus. Ahhh… ahh
…ah,”
Sambil
terus melakukan sodokan ke liang sanggamanya, perhatianku juga
tertarik pada buah dada Tante Rodiyah yang terlihat
terguncang-guncang seiring dengan guncangan tubuhnya. Maka langsung
saja kuremas-remas teteknya yang berukuran besar namun agak kendur
itu. Sesekali kedua putingnya yang mencuat, berwarna coklat kehitaman
kupilin dengan jari-jariku. Alhasil Tante Rodiyah kian kelojotan,
desah nafasnya semakin berat dan erangannya semakin menjadi.
Aku
menjadi keteter ketika wanita itu mulai melancarkan serangan balik
dan menunjukkan kelihaiannya sebagai wanita berusia matang. Ia yang
tadinya mengambil sikap pasif dan hanya menikmati setiap sogokan
kontolku di memeknya, mulai menggoyangkan pinggulnya. Goyangannya
seakan mengikuti irama sodokan kontolku di memeknya.
Maka
yang kurasakan sungguh di luar perhitunganku. Jepitan dinding
vaginanya pada kemaluanku terasa semakin menghimpit dan putarannya
membuat batang kontolku serasa digerus dan dihisap. “Oohh… ohh…
sshhh ..ssh ah enak bangat tante. Memek tante enak banget. Sss sa..
saya nggakk.. tahan tante. Ohh… ohhhh,”
“Tahan
Did, tante juga hampir sampai. Ah enak banget… kontol kamu enak
banget Did. Ah.. sshhh ahh….sshh ahh ahhh,”
Seperti
yang diinginkannya, aku berusaha keras menahan jebolnya pertahananku.
Namun saat goyangan pantat Tante Rodiyah kian menjadi, berputar dan
meliuk-liuk lalu disusul dengan melingkarnya kedua kaki wanita itu ke
pinggangku dan menariknya, akhirnya ambrol juga semua yang kutahan.
Seperti air bah, air maniku memancar deras dari ujung penis mengguyur
bagian dalam memek ibu temanku itu diantara rasa nikmat yang sulit
kulukiskan. “Saya nggak tahan tante, ahh… ssshhh ..ahhh…
ah..aakkhhhhhhh,”
Kenikmatan
yang kudapat semakin berlipat ketika beberapa detik berselang, memek
Tante Rodiyah berkejut-kejut menjepit, meremas dan seperti menghisap
dengan keras kontolku. Rupanya, ia juga telah sampai pada puncak
gairahnya. “Tante juga nyampai Did. Ahh.. sshhh… ohhh …ooohh …
aakkkhhh,. Enak bangat Did,… ahhh,.. akkhhhh …..aaaakkkkhhhhhhhh,”
ia merintih keras dan diakhiri dengan erangan panjang.
Tante
Rodiyah menciumiku dan memeluk erat tubuhku dalam dekapan hangat
tubuhnya yang bermandi keringat setelah puncak kenikmatan yang kami
rasakan. “Tante sangat puas Did. Sudah lama tante tidak merasakan
yang seperti ini. Kalau kamu suka, pintu rumah tante selalu terbuka
kapan saja,” katanya sambil terus memeluk dan menciumiku sampai
akhirnya ia mengajakku mandi bersama.
Malam
itu setelah makan bersama, aku dan Tante Rodiyah mengulang beberapa
kali permainan panas yang tidak sepantasnya dilakukan. Berkali-kali
air maniku muncrat membasahi lubang memeknya dan membuat lemas
sendi-sendiku. Namun, berkali-kali pula Tante Rpdiyah mengerang dan
merintih oleh sogokan kontolku. Baru saat menjelang pagi kami
sama-sama terkapar kelelahan
0 komentar:
Posting Komentar